Payung Geulis merupakan ikon dari Kota
Tasikmalaya yang keberadaannya hampir punah. Pada masa penjajahan Belanda
sekitar tahun 1926 dipakai oleh none–none Belanda. Payung geulis yang terbuat
dari bahan kertas dan kain mengalami masa kejayaan pada era 1955 sampai 1968.
Namun masa kejayaan itu berangsur-angsur surut setelah pemerintah pada tahun
1968 menganut politik ekonomi terbuka. Sehingga payung buatan pabrikan dari
luar negeri masuk ke Indonesia. Hal ini berdampak pada hancurnya usaha
kerajinan payung geulis di Tasikmalaya. Usaha kerajinan ini mulai bersinar
kembali sejak tahun 1980-an. Para perajin mulai membuka kembali usaha pembuatan
payung walau dalam jumlah kecil.
Agar kerajinan ini dapat terus
bertahan, Pemerintah Kota Tasikmalaya telah melakukan berbagai pembinaan,
diantaranya pelatihan dan bantuan peralatan agar pengrajin dapat meningkatkan
kualitas. Pemerintah Kota Tasikmalaya juga membuat peraturan untuk mewajibkan
penggunaan payung geulis sebagai hiasan depan pintu disetiap hotel, perkantoran
dan rumah makan yang ada di wilayah Kota Tasikmalaya.
Payung merupakan alat pelindung dari
hujan dan panas sedangkan Geulis memiliki arti elok atau molek sehingga Payung
Geulis memiliki arti payung cantik yang bernilai estetis. Terdapat dua motif
payung geulis yaitu motif hias geometris berbentuk bangunan yang lebih menonjol
seperti garis lurus, lengkung dan patah-patah, dan motif hias non geometris
diambil dari bentuk alam seperti manusia, hewan dan tanaman.
Payung geulis ini rangkanya terbuat
dari bambu. Setelah dirangkai dan dipasangi kain dan kertas, ujung payung
dirapikan dengan menggunakan kanji. Agar menarik, rangka bagian dalam diberi
benang warna–warni. Proses pembuatan payung ini bergantung pada sinar matahari,
karena setelah diberi kanji, payung dijemur hingga keras. Payung kemudian
diberi warna, serta dilukis dengan corak bunga. Semua proses pembuatan payung
geulis dibuat secara manual dengan buatan tangan/handmade kecuali
gagang payung dibuat dengan menggunakan mesin.
Pembuat payung geulis ini, umumnya para
orang tua yang menguasai kerajinan ini secara turun temurun. Saat ini nyaris hanya sedikit pengrajin yang masih
menekuni pembuatan payung ini, hanya lima unit usaha. Para pengrajin payung
geulis berdomisili di Panyingkiran Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya.
Harga payung ini di pasaran lokal
sangat murah. Untuk satu payung ukuran kecil hanya dihargai Rp. 20.000,
sedangkan ukuran sedang sampai ukuran besar berkisar Rp. 30.000 hingga Rp.
50.000. Pesanan terbanyak saat ini datang dari Bali dan Jakarta.
Terhambatnya
perkembangan usaha perajin payung karena perajin belum mau melakukan inovasi
dan kreativitas produk dan masih tetap mempertahankan model dan motiflama; Para
generasi muda enggan menekuni kerajinan membuat payung ini karena upahnya
sangat kecil, membutuhkan ketelitian dan kesabaran dalam proses pembuatannya
dan payung hanya dibuat berdasarkan pesanan; Pemasaran payung geulis masih
terbatas; dan modal usaha yang masih terbatas.
Pengrajin Payung Geulis |
Payung Geulis dijadikan sebagai objek fotografi |
Sentra Payung Geulis Jl. Panyingkiran Indihiang Kota Tasikmalaya |